expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>>

12 January 2017

Menyenangkan Suami Ala Saya dan Mak Buncit




Katanya ini, gak tahu kata siapa pastinya๐Ÿ˜Š cinta datang dari mata turun ke hati lalu turun ke perut. Itulah sebabnya almarhumah nenek selalu mengingatkan saya untuk belajar masak agar nantinya dapat menyenangkan suami dan anak – anak tercinta.


Well, selama ini anak – anak selalu nampak tulus memuji masakan saya, entah itu ayam goreng, - ayam madu –  Tumis Tahu Sosis atau bahkan terkadang telur ceplok saja dibilang enak dengan gaya yang luar biasa alay. Hihihi mereka pun gak segan-segan tambah nasi kalau lauknya enak๐Ÿ˜€๐Ÿ˜.




Namun tidak demikian halnya dengan pak suami. Walaupun jarang komplain mengenai masakan saya, iapun jarang memuji masakan saya. Kalau ditanya selalu jawabannya “enak”. Kalaupun memang tidak enak atau bukan seleranya, dia hanya memakan sedikit atau sekedarnya. Basa basi begitu deh.


Sebagai istri sholehah *kibas poni* sudah pasti saya ingin menyenangkan suami, eh selera suami. Beberapa menu masakan ia pun coba saya pelajari. Seperti rendang buatan mama mertua. Wah untuk hal yang satu ini, saya angkat bendera putih tanda menyerah deh. Saya gak bakalan bisa mengimbangi kelezatan rendang mama mertua seujung kukupun. Sudah plek ketiplek saya ikuti resepnya, tetap saja rasanya tidak seenak buatan mama mertua. Hah...nyerah saja deh, biar mama mertua yang masak hahaha saya bagian cuci piring saja *mantu durhaka



Selain rendang, ada satu jenis menu makanan favorit pak suami yang saya gak sanggup untuk memasaknya. Memasak sekaligus menghidangkan dan memakannya. Hahah yess bilang saya lebay, tapi memang kenyataannya saya gak suka makan jengkol, bau jengkol bahkan bentuk jengkol pas hamil. Hahaha segitu sebelnya saya sama si jengkol, padahal dia gak sebel sama saya.



Lalu apa yang saya mesti lakukan ketika suatu hari pak suami kasi kode ke saya kalau dia mau makan rendang jengkol seperti satu masa bersama si mantan. Weksss ๐Ÿ˜“malesin banget yak bahas mantan. Tapi demi gak balik ke romansa masa lalu, saya pun mencoba belajar membuat rendang jengkol.


Ya bayangin saja deh, gak doyan jengkol eh diminta masak rendang jengkol. Widih, PR banget buat saya. Tapi saya gak kehabisan akal, cari info sana sini, dan ketemu deh sama Rendang Jengkol Mak Buncit, referensi dari seorang teman.


Saya pun mencoba order, transfer dan pesananpun sampai ke rumah. Gak pakai ribet dan lama. Nah giliran menyajikannya ke pak suami yang rada deg-degan, suka gak ya. Sepengetahuan saya, pengolahan jengkol pun memerlukan perlakuan khusus agar jengkol tidak berbau menyengat dan empuk sehingga bumbu yang ada meresap.



Daan ketika pak suami mencobanya, uhuuuy dia langsung memuji masakan saya. Eiitss...hihihi pak suami gak tahu kalau saya pesan di Rendang Jengkol Mak Buncit. Pak suami bilang, jengkolnya tak berbau, empuk, bumbu dan aroma rendangnya meresap. Sama sekali gak terasa kalau itu jengkol. Perpaduan wangi kelapa ditambah aroma rempahnya sukses menutupi bau jengkol yang biasanya menyengat. Ditambah lagi ukuran jengkol yang cukup besar, lembut digigit seakan lumer dimulut. Dan membuat saya tertarik mencicipi ketika melihat pak suami tanpa ragu tambah nasi. Hihihi ternyata beneran enak, empuk dan gak pakai bau.


Yess,๐Ÿ˜Ž rasanya yang empuk, tanpa bau ternyata membuat saya ketagihan. Sepertinya saya bakalan repeat order lagi. Pssst... pak suami sampai hari ini masih belum tahu loh rendang jengkol ini bukan buatan saya. Jangan kasi tahu yaaa๐Ÿ˜๐Ÿ˜˜


Rendang Jengkol Mak Buncit tersedia dalam berbagai ukuran; kemasan  175gr dengan harga Rp25.000,- , kemasan 150gr dengan harga Rp75.000,- , dan kemasan 1 kg dengan harga Rp135.000,-. Untuk pengiriman bisa menggunakan jasa pengiriman maupun ojek online. Hihihi menuliskan ini jadi bikin tambah laper, saya makan dulu yaa๐Ÿ˜‹๐Ÿ˜‹๐Ÿ˜‹๐Ÿ˜‹๐Ÿ˜‹๐Ÿ˜‹



Rendang Jengkol MAK BUNCIT
Telp/WA : 0878-88688058
IG : @rj_makbuncit













1 comment

  1. Kenapa mesti jengkol si mak? Aku kan gak berani makan jengkol :3 hahaha

    Salam,
    Pink

    ReplyDelete

Tanda sayang

© Cerita Keluarga Fauzi
Maira Gall