expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>>

22 May 2018

Cinta Terencana untuk Membangun Keluarga yang Berkualitas


sumber @europe.monarchies_


Publik dunia dikejutkan dengan berita pernikahan Pangeran Harry dan Meghan Markle. Sebuah pernikahan yang indah, manis dan sederhana. Lihat saja gaun pengantin yang dikenakan Meghan, atau riasan wajahnya yang terlihat sederhana namun justru menonjolkan kecantikannya.


Harry si bad boy sering berbuat tindakan yang dianggap mempermalukan kerjaan, justru bertekuk lutut pada sikap kemandirian dan keberanian yang ditunjukkan Meghan. Perkenalan mereka berdua diawali dengan kencan buta yang sudah diatur oleh teman mereka berdua. Harry sengaja telat 40 menit dari janji kencan yang sudah disepakati. Dugaan Harry, Meghan akan berteriak histeri karena kaget mengetahui siapa teman kencannya dan Harry sudah meyiapkan sebuah skenario melarikan diri dengan sang ajudan, agar ia terbebas dari Meghan.


Namun yang terjadi sebaliknya, Meghan berterus terang mengajukan keberatannya pada Harry. Episode selanjutnya, mereka berdua mulai berkenalan secara intim, berbicara dari hati ke hati, berkenalan dengan Pangeran Willian dan keluarganya serta  Pangeran Charles dan Camila. Hingga pada suatu jamuan minum teh, seorang kerabat yang diundang menanyakan apakah Meghan mampu mempunyai anak, mengingat usianya yang tidak lagi muda. Rupanya hal tersebut cukup merisaukan Meghan. Menurutnya jika mereka tidak merencanakan masa depan, jam biologisnya akan segera habis, sehingga mereka membicarakan apa saja yang ada di dalam hati  dan pikiran mereka mengenai konsep berkeluarga, memiliki anak dan berperan menjadi orang tua. 


Sebelum memutuskan menikah, mereka berdua saling mengungkapkan inner child masing - masing. Seperti saat Lady Di meninggal dunia, Harry merasa terpaksa berjalan di belakang kereta jenazah ibunya atas permintaan kerajaan yang ingin menunjukkan pada dunia bahwa ia tegar. Saat itu Harry mengaku bahwa ia sangat membenci tindakan yang dilakukan paparazzi pada ibundanya. Kebenciannya kepada paparazzi membuat ia mengancam sang Ayah untuk membuat pengumuman pada media Inggris agar paparazzi memberi jarak dan tidak melakukan hal yang sama pada Meghan. 


Sebaliknya juga Meghan yang sejak kecil sering mengalami pelecehan karena ibunya yang berasal dari Afrika, dan ayahnya dari Amerika. Meghan kecil sering sekali mengemukakan pendapatnya dengan lantang, khususnya mengenai perbedaan ras. Ayah Meghan lah orang yang mengajarkan padanya untuk tak takut berbicara pada pelecehan yang diterimanya.

*********************************************


Saya kagum dengan kedua pasangan di atas. Keduanya sama - sama merencanakan sebuah pernikahan secara terencana, meskipun banyak perbedaan yang menghalangi mereka. Harry yang tumbuh dalam keluarga yang terlihat seperti opera sabun, tentu membuatnya trauma dengan sebuah hubungan. Terlebih Harry kecil juga melihat bagaimana relasi hubungan kedua orang tuanya yang tak berjalan dengan mulus. Ditambah lagi ia seorang pangeran, yang tentunya dituntut tampil sesempurna mungkin.


Saya percaya jika inner child yang ada dalam diri tidak tuntas, tentu dikemudian hari akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya. Inner child  merupakan jiwa seseorang yang dimiliki ketika anak-anak dan dipengaruhi oleh pengalaman serta kejadian yang dialami semasa kecil. Pembentukan kepribadian seseorang 20 persen ditentukan oleh sifat yang diturunkan dan 80 persen ditentukan lingkungan atau pola asuh. Nah, pola asuh dapat mempengaruhi inner child seseorang.





 
Oiya, hal ini pun saya alami. Tumbuh sebagai anak tunggal yang tak sempat mengenal lebih dekat kedua orang tua, di awal memutuskan menikah, saya menceritakan semua ketakutan saya pada calon suami. Kami banyak melakukan pembicaraan dari hati ke hati, membahas pola asuh yang kami terima sejak kecil. Tujuannya ketika satu hari kami membentuk keluarga, kami sudah tahu apa yang tepat bagi kami berdua.


Suami berasal dari keluarga besar, sedangkan saya dari pihak ibu dan ayah sama - sama dari keluarga besar dengan 5 dan 6 orang anak. Menurut suami, meskipun ia lahir sebagai anak bungsu dari 6 bersaudara membuat ia merasa tidak memperoleh perhatian secara full, ada 5 orang kakak yang juga butuh kasih sayang dan perhatian dari orang tua. Sedangkan saya anak tunggal, tak mengenal memiliki saudara, tak ada adik maupun kakak.



 

Ketika menikah, hal ini concern menjadi perbincangan saya dan suami. Berapa jumlah anak yang kami inginkan, berapa jarak kelahiran antara anak satu dengan lainnya. Loh kenapa harus direncanakan? Kan banyak anak banyak rejeki, seperti pepatah orang tua kita dulu.
cinta terencana


Itu yang dipahami nenek dan ibu mertua saya kala mengandung dan melahirkan anak - anak mereka. Saat itu mereka pasrah saja ketika jarak kehamilan dan kelahiran begitu dekat. Mereka yakin banyak anak pastilah membawa banyak rejeki. Kini tak bisa disamakan, kondisi ekonomi, biaya hidup, dan biaya pendidikan saat ini tentu saja berbeda dengan kondisi nenek dan ibu mertua saya dulu.  Hey, rejeki tiap anak tentu saja sudah ditetapkan Allah SWT pada masing - masing individu, tapi tetap saja sebagai orang tua kita berkewajiban memberikan dan menyediakan segala sesuatu yang terbaik untuk anak - anak kita.



15 Mei 2018 lalu, dalam rangka memperingati hari Keluarga Nasional, saya dan teman - teman Blogger Plus Community menghadiri acara temu blogger  bersama BKKBN,  di Museum Penerangan, TMII. Hadir sebagai narasumber Ibu Eka Sulistya Ediningsih, Direktur Bina Ketahanan Remaja BKKBN, yang membahas mengenai Cinta Terencana Membangun Keluarga yang Terencana, Roslina Vera Uli, Psikolog anak, remaja dan keluarga, serta Resi Prasasti, Blogger Plus Community.



Dalam acara tersebut Ibu Eka menjelaskan mengenai merencanakan sebuah keluarga dimulai dari sebuah cinta yang terencana. Memutuskan untuk membuat sebuah keluarga  adalah fase terbesar dalam hidup setiap manusia. Dalam sebuah keluarga, setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawab masing - masing. Ada peran suami - istri, ayah - ibu (sebagai orang tua), yang menjamin bagaimana sebuah keluarga itu berfungsi dengan baik. Untuk itu dibutuhkan keterampilan, pengetahuan dan kemauan untuk menjalani peran dalam keluarga secara optimal. Sehingga sebuah keluarga akan terwujud dari cinta terencana yang sudah dipersiapkan sejak jauh - jauh hari. Di sinilah BKKBN berperan dalam memberikan pendidikan kepada calon mempelai, salah satu caranya ya melalui kursus pranikah.


cinta terencana


Masih ingat gak, apa itu kepanjangan dari BKKBN? Badan Koordinasi Keluarga Nasional? Itu zaman saya sekolah 😂😂😂. Beberapa tahun belakangan ini, BKKBN berubah menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Dulu program yang familiar adalah Keluarga Berencana. Masih ingat ya dengan slogan "dua anak cukup, laki perempuan sama saja".  Kini BKKBN bertugas lebih luas tanggung jawabnya, membawahi Kependudukan.


BKKBN zaman itu menekankan jumlah anak yang dimiliki, mengatur jarak kelahiran anak satu dengan lainnya,  saat ini BKKBN menggalakkan program GENRE, Generasi Berencana. GENRE merupakan sebuah program untuk remaja agar bisa menyiapkan kehidupan keluarga dengan terencana. Dengan simbol 3 jari, GENRE menekankan pada;


  • Tidak menikah diusia dini. Usia ideal bagi perempuan menikah 21 tahun, sedangkan laki - laki 25 tahun.
  • Menjauhi perilaku seks bebas
  • Menjauhi Narkoba




Tentunya diharapkan dengan adanya program GENRE ini akan menghasilkan Cinta Terencana yang nantinya akan membangun keluarga yang harmonis, mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. 








Komunikasi Positif Kunci Penting dalam Cinta Terencana

cinta terencana


"Pernikahan tidak hanya berisi pelukan, tapi juga perkelahian"

- Gede Prama, penulis, pembicara dan motivator -




Cerita mengenai kisah cinta Pangeran Harry dan Meghan Markle di atas mengajarkan saya bahwa dalam sebuah hubungan, komunikasi adalah kunci dalam setiap permasalahan. Tentu saja  komunikasi yang sifatnya positif dan efektif. 




Kebetulan di acara ini, ada Psikolog mbak Roslina Verauli yang menjelaskan mengenai komunikasi yang efektif. Menurut beliau, komunikasi yang efektif dimulai ketika kedua pasangan siap saling mendengarkan terlebih dahulu. Tidak hanya komunikasi dua arah yang dilakukan, tetapi juga komunikasi yang jujur, mampu mengungkapkan isi hati masing - masing. Dan tak ada paksaan satu dengan lainnya. 

cinta terencana


Dalam sebuah pernikahan, komunikasi efektif saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan kemampuan untuk fleksibel mengikuti perkembangan zaman. Terlebih ketika memiliki anak, komunikasi yang efektif dan fleksibel  juga harus diterapkan pada mereka.


Cara saya dan pak suami berkomunikasi kepada Fadly dan Fara ketika mereka berusia balita, tentu berbeda dengan sekarang. Nanti pun ketika mereka beranjak remaja dan dewasa, cara berkomunikasi kepada mereka pun akan berubah fleksibel mengikuti perkembangan mereka. 


Satu hal yang terpatri dalam hati dan pikiran saya, mbak Verauli mengingatkan bahwa apapun yang kita lakukan, penuhi kebutuhan pasangan terlebih dahulu, baru kebutuhan anak. Hal ini mengingatkan saya akan nasihat nenek yang kurang lebih sama dengan yang disampaikan mbak Vera, "dahulukan pasangan kamu, baru anak- anakmu". 


Semoga Pangeran Harry dan Meghan Markle pun seperti saya dan pak suami (eciyeeee😍😍😍😍), selain merencakan pernikahan dengan seksama, kami pun merencanakan kehadiran anak dan jarak antara keduanya. Tentunya keluarga yang kuat, kokoh, harmonis dan bahagia akan menjadi dasar terwujudnya keluarga yang berkualitas, masyarakat yang sejahtera, dan Negara yang berdaulat. 


2 comments

  1. Pernikahan keluaraga kerajaan kayaknya langgeng langgeng ya wkwk. Aamiin lah Mbak semoga keluarganya awet harmonis terus.

    ReplyDelete
  2. Aamiin semoa pangeran Harry dan Meghan segera punya anak :D

    ReplyDelete

Tanda sayang

© Cerita Keluarga Fauzi
Maira Gall