expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>>

06 April 2020

Tidak Mudik Demi Orangtua Sehat dan Selamat





"Mbak, kayanya mulai aku besok gak jualan deh, mau mudik aja. Dagangan udah mulai sepi", pagi ini mbak  penjual nasi kuning di depan rumah mengutarakan keinginannya untuk mudik.

Sejak diberlakukannya social distancing di pertengahan Maret lalu, ternyata membawa dampak yang berarti bagi sebagaian masyarakat yang memiliki pendapatan harian.

Seperti mbak penjual nasi kuning tadi. Ia mengeluhkan dagangannya yang mulai sepi pembeli sejak Covic19 dan pembatasan sosial mulai diberlakukan. 


"Jangan mudik dulu ya mbak, Pemerintah menghimbau untuk tidak mudik, tetap berada di Jakarta", ujar saya. "Loh kenapa memangnya? Mending mudik mbak, daripada di Jakarta gak menghasilkan uang. Saya mau makan apa?".


Dengan perlahan saya pun menjelaskan mengapa pemerintah menghimbau secara keras agar masyarakat perantau yang berada di Jakarta untuk tidak mudik.


Kebiasaan mudik yang dilakukan ketika mendekati hari keagamaan bagi sebagai perantau adalah sebuah keharusan dan kewajiban anak pada orang tuanya. Namun tahun ini akan sangat berbeda. 


Fadly buat poster bertemakan di rumah aja, tidak mudik


Virus Covid-19 yang saat ini tengah menjadi pandemi di tengah masyarakat, sangat mudah menular dan berbahaya. Covid-19 bisa menular dari kita yang terpapar Covid-19 sebelumnya, maupun dari barang yang sudah disentuh penderita. Termasuk juga ketika kita menggunakan transportasi massal yang kita tumpangi.

Jika kita tetap nekad untuk pulang ke kampung halaman, bukan tidak mungkin kita berpotensi menyebarkan virus ini kepada orangtua, keluarga, sanak famili dan teman - teman yang ada di kampung.




Banyak kok  orang yang menderita Covid-19 namun ia tidak mengalami gejala - gejala berupa deman tinggi, sesak bernafas, batuk, dan dada merasa nyeri. Hal ini bisa saja disebabkan karena daya tahan tubuh kita kuat dan dalam kondisi yang prima. Namun bayangkan apa yang terjadi jika kita  mengalami hal ini tetapi tanpa sengaja kita menularkan kepada orang lainnya?


Untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, sudah selayaknya kita mengikuti anjuran pemerintah untuk tetap berada di Jakarta. Berkegiatan dari rumah pun sudah turut serta membantu tenaga medis berjuang di garda terakhir. Jika pasien positif Covid-19 terus menerus bertambah, dikhawatirkan kejadian yang menimpa Italia akan terjadi juga di sini, nauzubillah. Di mana akhirnya sejumlah Rumah Sakit dan tenaga medis kewalahan untuk merawat pasien positif Covid-19. 

"Tenang mbak, jelaskan saja alasannya kenapa mbak gak bisa mudik tahun ini. Toh gak mudik bukan berarti kita gak sayang sama orangtua dan keluarga. Justru dengan kita gak mudik, keselamatan dan kesehatan orangtua akan tetap terjaga". 

Selain itu disejumlah daerah, para Bupati dan Pejabat Daerah lainnya juga sudah terang - terangan melarang warganya yang berada di perantauan untuk kembali ke kampung halaman. Sejumlah kota seperti Tegal, sudah menutup akses pintu keluar masuk dari dan ke kotanya. 

Jika tetap nekad mudik, warga diharuskan untuk mengisolasi/karantina mandiri selama 14 hari. Di Klaten, warga sekitar menyiapkan sejumlah rumah isolasi bagi perantau yang kedapatan mudik. Rumah tersebut diawasi bersama oleh aparat desa setempat.

 Jadi gak ada salahnya toh menahan diri untuk tidak mudik, tidak piknik dan tidak berpergian ke luar kota/negeri. Mari kita doakan semoga wabah ini segera berakhir, dan Indonesia kembali pulih seperti sedia kala.


No comments

Post a Comment

Tanda sayang

© Cerita Keluarga Fauzi
Maira Gall