Bulan kemarin, bapake kebagian
tugas mewakili AyahASI yang bekerjasama dengan Save the Children Indonesia
(@SaveChildren_ID) untuk mengunjungi daerah yang menurut data dari SCI merupakan salah satu daerah yang angka
kematian bayi nya tertinggi di Indonesia.
Daerah tersebut bernama Desa
Cisarua, Kec, Kertasari. Kab. Bandung. Kalau dari kota Bandung nya sendiri,
tepatnya dari BuahBatu, kurang lebih masih 5-6 jam perjalanan lagi menuju ke
daerah tersebut. Bukan… bukan karena jarak. Melainkan medan jalan yang agak
sulit ditempuh pakai kendaraan sekelas mobil keluarga sekalipun. Bahkan
setibanya di sana, signal aja susah sekali didapat. Harus keluar rumah dan
berjalan kurang lebih 300 meter menuju ke lapangan bola dimana keberadaan
signal bisa terdeteksi. Tapi diluar kekurangan signal dan akses menuju TKP,
banyak kelebihan yang ada di desa ini. Penduduk nya ramah luar biasa, makanan
mudah didapat, masih bebas polusi , baik itu polusi udara maupun polusi
suara. Juga pastinya, pemandangan indah
terhampar dari sudut manapun yang kita mau.
Baiklah, mari kita mulai FR nya …
Jum’at, 5 Desember 2014
Berangkat dari kantor jam 16.30
menuju meeting point 1. Kebetulan jauh hari sebelumnya udah sempet cerita2
tentang rencana ini ke atasan. Pas hari H, dikasih ijin untuk pulang lebih
awal, mengingat hari itu gw gak bawa kendaraan dan perjalanan menuju meeting
point 1 yaitu Citos dari Meruya merupakan hal yang mustahil ditempuh dalam 2
jam perjalanan. Benar aja, untung bisa pulang lebih awal dan sampai di Citos
jam 18.30. Nunggu sebentar, ga lama Aip datang. Koordinasi sebentar via
Whatsapp Grup, kemudian datang jemputan untuk antar gw sama Aip menuju meeting
point 2 yaitu Kantor Save the Children Indonesia yang terletak di Ragunan.
Sesampainya di sana, kami disambut oleh Henda, sang kuncen yang membuat kami
para AyahASI terlibat dalam kegiatan ini.
Sambil menunggu Carlo yang masih
dalam perjalanan, bertiga kami mencari makanan di sekitaran kantor Save the
Children. Ga lama kemudian, Carlo datang. Dan setelah makan, barulah kami
kembali menuju kantor Save the Children untuk melanjutkan perjalanan ke
Bandung.
Sekitar jam 8 malam, perjalanan
dimulai. Memang PR berat untuk warga Jakarta yang menempuh perjalanan di hari
Jumat yang disertai hujan. Butuh kurang lebih 1 jam untuk bisa menembus
kemacetan dan meninggalkan perbatasan Jakarta hari itu.
Barulah sekitar jam 23.30,
sampailah kami di Bandung. Langsung menuju Amaris Hotel Cihampelas, hotel
tempat kami menginap malam itu. Mungkin udah menjadi kebiasaan gw, Carlo sama
Aip yang mana sesampainya di rumah, hal yang dicari pertama adalah secangkir
kopi. Di hotel pun demikian. Tahu bahwa hotel tersebut tidak menyediakan kopi
di dalam kamar, mampir lah sebentar ke Alfamart untuk membeli kopi sebelum
akhirnya Check In menuju kamar masing-masing.
Mandi sebentar, seduh kopi,
lanjut menuju kamar Aip untuk koordinasi tentang apa yang akan dibahas esok
hari. Seiring dengan menumpuknya belek di mata, maka akhirnya meeting
dihentikan jam 2 pagi. Balik ke kamar masing-masing, tidur….
Sabtu, 6 Desember 2014
Alarm berbunyi tepat jam 6.30.
Langsung mandi, ga lupa skype ke Sally untuk melepas kerinduan sama istri dan
anak-anak (tsaaaaah). Jam 7.30, dapat pesan whatsapp dari temen @AyahASI_Bdg,
Kang Idz yang udah nunggu di lobby. Kemudian sama-sama Carlo menuju tempat
sarapan. Ga lama, di bawah juga disambut sama team Selaras , ada Teh Henny dan
Kang Sofwan. Oh iya, SELARAS ini
kepanjangan dari Sederhana Berdampak Luar Biasa yang merupakan salah satu
program dari Save the Children. Lalu selang beberapa menit, Veby dari
@AyahASI_Bdg juga tiba. Disusul dengan Henda, kemudian Aip. Di resto hotel itu
kita sempat di briefing sebentar untuk sekedar mengetahui rules yang sudah
ditetapkan team Save the Children.
Sehabis sarapan, berangkatlah kami
semua menuju Dusun Cisarua, Kertasari. Kab. Bandung. Perjalanan ke sana saat
itu ditempuh dalam waktu kurang lebih 6 jam. Agak lebih lama 2x lipat dari
waktu yang biasanya hanya ditempuh selama 3 jam, mengingat kita melintasi
Bandung di saat weekend. Juga cuaca yang sempat turun hujan ketika mulai
memasuki kawasan perkebunan PT. PN VIII, dan track yang kami lalui masih
berbatu dan berlumpur. Sangat sulit dilalui di waktu hujan. Ditambah mobil yang
mengantar kami ke sana, bukan mobil yang mempunyai ground clearance (jarak dari
tanah ke bodi bawah mobil) yang cukup tinggi. Agak sedikit ngilu (bahkan sampai
nahan nafas) ketika beberapa kali, mobil bersentuhan di kolong waktu melewati
lubang atau bebatuan yang sedikit tinggi.
medan jalan yang ajeb ajeb |
Sesampai nya di sana, langsung disambut
Pak Kades selaku tuan rumah juga yang meminjamkan rumahnya untuk tempat
#AyahASIsharingsession juga tempat bermalam. Sempat terdengar kabar bahwa
Bapak-bapak di sana sampai pulang duluan akibat terlalu lama menunggu
kedatangan kami. Duh, jadi gak enak >.<
Tapi kurang dari sejam kemudian, sesaat
setelah kami dijamu dengan makanan khas pedesaan yang rasanya LUAR BIASA ENAK,
penduduk Dusun Cisarua, khususnya Bapak-bapak datang kembali ke lokasi acara.
Terlihat semangat dan antusiasme yang tinggi dari mereka untuk menghadiri acara
ini. Akhirnya sekitar pukul 16.00 acara Sharing Session bersama Save the
Children dan penduduk Dusun Cisarua, Kertasari. Kab. Bandung pun akhirnya
dimulai.
Diawali perkenalan dari
masing-masing kami yang hadir, sampai akhirnya ke penduduk desa setempat. Seperti
biasa, di sini AyahASI hanya berbagi pengalaman seputar menyusui saja. Dan kami
pun juga belajar dari pengalaman Bapak-bapak yang ada di sana, ternyata banyak kendala
yang terdapat di sana sehingga angka kematian bayi yang terjadi lumayan tinggi.
Salah satu Bapak di sana yang bernama Kang Budi menuturkan, akibat penggunaan
kontrasepsi (suntik), produksi ASI sang istri jadi seret, maka dari itu pada
akhirnya gagal memberikan ASI eksklusif kepada anaknya. Padahal , kalau saja
tenaga kesehatan di sana memberikan pilihan alternative penggunaan kontrasepsi
kepada Kang Budi, kemungkinan ASI eksklusif bisa berhasil, bahkan bisa
dilanjutkan sampai 2 tahun. Dengan didampingi MPASI tentunya. Kang Budi ini
termasuk masyarakat yang menurut gw sudah termasuk melek informasi di antara
warga lainnya. Pada saat istrinya hamil sampai waktunya melahirkan (bahkan
sampai saat ini), beliau memeriksakan kandungan istrinya ke dokter. Sementara beberapa
warga lainnya masih percaya dengan yang mereka sebut paraji atau dukun beranak.
bangaip sedang menjelaskan pentingnya dukungan suami dalam kesuksesan pemberian ASI eksklusif |
Lain lagi cerita yang dialami
oleh Kang Yayan, salah satu penduduk di sana yang mempunyai 4 orang anak. Yang
mana anak terakhirnya sudah berumur 2 tahun. Beliau bercerita, pada saat anaknya berumur 2
bulan, sudah dibawa ke tempat penitipan anak (daycare) yang disediakan oleh
pihak perusahaan. Dalam hal ini PT. PN VIII. Hanya saja, fasilitas yang
diberikan perusahaan ke tempat penitipan tersebut masih dirasa kurang. Kurang
di sini dalam artian, tenaga penjaga yang hanya 2 orang, padahal jumlah anak
yang dititipkan di daycare tersebut bisa lebih dari 10 orang anak. Lalu ada
lagi, tentang kurangnya pengetahuan si penjaga dalam manfaat ASI, sehingga
hanya meminta disediakan susu formula ke
perusahaan. Dan perusahaan pun hanya memberikan dalam jumlah terbatas.
Sayangnya, pertemuan ini harus
terhenti di saat pembicaraan sudah mulai seru, dikarenakan waktu sudah hamper maghrib.
Akhirnya, Kang Sofwan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk datang lagi
setelah Isya untuk melanjutkan Sharing Session ini. Memang hal ini lah yang
dibutuhkan oleh masyarakat sana dan mungkin daerah lain yang masih sulit
dijangkau oleh informasi yang ter-up to date. Kami pun masih mendengar di sana
masih menggunakan pedoman 4 sehat 5 sempurna. Padahal pedoman tersebut sudah
tidak berlaku lagi oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1992 dan
Indonesia pun akhirnya beralih ke Pedoman Gizi Seimbang pada tahun 1995.
Untuk acara malamnya sendiri,
terkesan lebih cair dibanding sore hari. Di sini kita banyak bertukar
pengalaman seputar masalah parenting. Ada
juga cerita tentang pernikahan usia dini yang terjadi di desa ini. Baru lulus
SD, sudah menikah. Baru ngalamin menstruasi, langsung dinikahkan. Gokils.
Mungkin ini juga salah satu penyebab terjadinya angka kematian bayi menjadi
tinggi di desa tersebut.
Akhirnya setelah banyak bertukar
pengalaman, lanjut dengan makan malam , dan diakhiri dengan foto bersama,
selesai juga acara Sharing Session yang diadakan oleh teman-teman Save the
Children. Walaupun acara sudah berakhir, kami masih melanjutkan ngonrol-ngobrol
dengan beberapa warga. Senang rasanya mendapat teman baru dari sana. Kehangatan
sambutan mereka membuat kami betah berlama-lama di sana. Tapi sayang, besok
harus kembali ke Bandung dan lanjut ke Jakarta. Dan akhirnya gwpun tertidur
lelap dengan iringan pecahan bara kayu teh yang terkena panas api.
Minggu, 7 Desember 2014
Sekitar setengah 6 pagi, seperti
biasa, dengan belek yang masih menumpuk di pelupuk mata, gw terbangun. Mengintip
dari ujung sleeping bag, tampak Idzma dan Carlo yang lagi asik ngobrol entah
apa. Sumpah, pules banget tidur gw malem itu. Walaupun tidur pake sleeping bag,
tapi rasanya lebih pules di sini dibandingin kasur empuk hotel yang gw inepin
kemarenannya. Ngerasain udara gunung yang hanya berjarak sejengkal kalo ngeliat
dengan mata ditutup sebelah. Nyoba goyang-goyangin jempol kaki buat ngukur suhu
udara berdasarkan ilmu sok tahu gw, kira-kira 15°C. Suejuk tenan.
Iya gw norak, jarang-jarang ngerasain udara sedingin ini. Sekalinya ngerasain,
kalo ngga di AC kantor atau di freezer rumah. Itupun cuma beberapa detik.
Soalnya kalo kelamaan, pasti langsung flu berat.
Bangun, langsung ambil atribut
mandi. Niatnya cuma cuci muka. Tapi setelah dihasut sama Idzma yang bilang
lebih seger mandi daripada cuci muka, akhirnya gw memutuskan buat mandi. Dan gw
ternyata tertipu. Airnya udah kayak aer kulkas. Tapi ada benernya juga. Seger
ger ger.
Kelar mandi, tetep disuguhin
makan donk. Tapi ga nyangka juga bakal disuguhin nasi di pagi buta kayak gini.
Dengan berat hati, akhir nya gw abisin juga tuh sarapan sepiring ….. setengah.
Setelah sarapan, beresin barang2 buat lanjut menuju Bandung. Sedih juga sih,
walaupun baru kenal beberapa jam. Rasanya udah seperti saudara deket. Dan gw
janji ke pemilik rumah, bakalan ke situ lagi kalo punya mobil yang mumpuni buat
ngelewatin track di sana. Tepat pukul 07.30 pagi, kita pulang menuju Bandung.
Hiks.
Di perjalanan pulang, kebetulan cuaca
sangat bersahabat. Sempet ngeliat puncak gunung apa gitu di sana. Rute yang
kita lewatin pun berbeda sama yang kemaren. Kali ini pulangnya lewat
Pengalengan. Pernah denger kan? Daerah penghasil susu terbesar di Jawa Barat.
Susu sapi. Bukan Susu gantung!! Tracknya lebih enak kali ini. Jalanannya udah
sedikit bermartabat dibandingin yang kita lewatin kemarin. Dan kebetulan juga
saat itu hari minggu, jadi banyak abege dan ibu-ibu muda yang pake celana ketat
demi memamerkan pantat semok nya di daerah tersebut. Untung nya kami hanya
lewat. Kalau mampir, mungkin gw bisa mimisan …
Perjalanan langsung diarahkan
menuju Cafe Roemah Enak-Enak di Jalan Cihapit, Bandung. Setelah menempuh waktu
6 jam perjalanan, akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Pas kita sampai,
ternyata Mang Rois udah nunggu di sana.Ga lama kemudian, Kang Igun juga tiba. Tadinya
mau dibikin acara Sharing Session juga di sini sama followers AyahASI yang di Bandung,
tapi mungkin karena weekend yang mana informasi yang didapat dari Mang Rois,
bahwasanya penduduk Bandung pada males keluar di weekend karena jalanan yang
dipenuhin sama ORANG JAKARTA, makanya ga ada yang dateng. Tapi tenang, show
must go on. Akhirnya, di sini kita review lagi apa-apa aja yang udah kita
lakukan kemarin sama team Save the Children. Mengurai masalah demi masalah yang
terjadi di sana. Sehingga dapat disimpulkan penyebab dari angka kematian bayi yang
tinggi, antara lain:
- Akses jalan ke puskesmas yang jauh dan sulit
- Ketergantungan dan kepercayaan masyarakat yang turun temurun kepada paraji
- Anggapan bahwa biaya persalinan mahal
- Kurang control pada masa kehamilan
Pencegahannya sebetulnya mudah
saja. Hanya mungkin, praktek nya yang sulit. Mungkin dengan pemerataan
infrastruktur, harapan kami untuk mengurangi angka kematian bayi bisa terwujud.
Bahkan kalau bisa bukan hanya mengurangi, tapi juga membuat angka kematian bayi
menjadi 0. Dan itu bukan Cuma di Dusun Cisarua, Kertasari, Kab. Bandung aja.
Tapi juga seluruh daerah lain di pelosok Indonesia.
Semoga ….
No comments
Post a Comment
Tanda sayang