expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>>

18 January 2015

Community Visit - AyahASI goes to Cisarua, Kab. Bandung





Bulan kemarin, bapake kebagian tugas mewakili AyahASI yang bekerjasama dengan Save the Children Indonesia (@SaveChildren_ID) untuk mengunjungi daerah yang menurut data dari  SCI merupakan salah satu daerah yang angka kematian bayi nya tertinggi di Indonesia.  Daerah tersebut bernama  Desa Cisarua, Kec, Kertasari. Kab. Bandung. Kalau dari kota Bandung nya sendiri, tepatnya dari BuahBatu, kurang lebih masih 5-6 jam perjalanan lagi menuju ke daerah tersebut. Bukan… bukan karena jarak. Melainkan medan jalan yang agak sulit ditempuh pakai kendaraan sekelas mobil keluarga sekalipun. Bahkan setibanya di sana, signal aja susah sekali didapat. Harus keluar rumah dan berjalan kurang lebih 300 meter menuju ke lapangan bola dimana keberadaan signal bisa terdeteksi. Tapi diluar kekurangan signal dan akses menuju TKP, banyak kelebihan yang ada di desa ini. Penduduk nya ramah luar biasa, makanan mudah didapat, masih bebas polusi , baik itu polusi udara maupun polusi suara.  Juga pastinya, pemandangan indah terhampar dari sudut manapun yang kita mau.


Baiklah, mari kita mulai FR nya …


Jum’at, 5 Desember 2014

Berangkat dari kantor jam 16.30 menuju meeting point 1. Kebetulan jauh hari sebelumnya udah sempet cerita2 tentang rencana ini ke atasan. Pas hari H, dikasih ijin untuk pulang lebih awal, mengingat hari itu gw gak bawa kendaraan dan perjalanan menuju meeting point 1 yaitu Citos dari Meruya merupakan hal yang mustahil ditempuh dalam 2 jam perjalanan. Benar aja, untung bisa pulang lebih awal dan sampai di Citos jam 18.30. Nunggu sebentar, ga lama Aip datang. Koordinasi sebentar via Whatsapp Grup, kemudian datang jemputan untuk antar gw sama Aip menuju meeting point 2 yaitu Kantor Save the Children Indonesia yang terletak di Ragunan. Sesampainya di sana, kami disambut oleh Henda, sang kuncen yang membuat kami para AyahASI terlibat dalam kegiatan ini. 

Sambil menunggu Carlo yang masih dalam perjalanan, bertiga kami mencari makanan di sekitaran kantor Save the Children. Ga lama kemudian, Carlo datang. Dan setelah makan, barulah kami kembali menuju kantor Save the Children untuk melanjutkan perjalanan ke Bandung. 

Sekitar jam 8 malam, perjalanan dimulai. Memang PR berat untuk warga Jakarta yang menempuh perjalanan di hari Jumat yang disertai hujan. Butuh kurang lebih 1 jam untuk bisa menembus kemacetan dan meninggalkan perbatasan Jakarta hari itu. 

Barulah sekitar jam 23.30, sampailah kami di Bandung. Langsung menuju Amaris Hotel Cihampelas, hotel tempat kami menginap malam itu. Mungkin udah menjadi kebiasaan gw, Carlo sama Aip yang mana sesampainya di rumah, hal yang dicari pertama adalah secangkir kopi. Di hotel pun demikian. Tahu bahwa hotel tersebut tidak menyediakan kopi di dalam kamar, mampir lah sebentar ke Alfamart untuk membeli kopi sebelum akhirnya Check In menuju kamar masing-masing.  

Mandi sebentar, seduh kopi, lanjut menuju kamar Aip untuk koordinasi tentang apa yang akan dibahas esok hari. Seiring dengan menumpuknya belek di mata, maka akhirnya meeting dihentikan jam 2 pagi. Balik ke kamar masing-masing, tidur….


Sabtu, 6 Desember 2014

Alarm berbunyi tepat jam 6.30. Langsung mandi, ga lupa skype ke Sally untuk melepas kerinduan sama istri dan anak-anak (tsaaaaah). Jam 7.30, dapat pesan whatsapp dari temen @AyahASI_Bdg, Kang Idz yang udah nunggu di lobby. Kemudian sama-sama Carlo menuju tempat sarapan. Ga lama, di bawah juga disambut sama team Selaras , ada Teh Henny dan Kang Sofwan.  Oh iya, SELARAS ini kepanjangan dari Sederhana Berdampak Luar Biasa yang merupakan salah satu program dari Save the Children. Lalu selang beberapa menit, Veby dari @AyahASI_Bdg juga tiba. Disusul dengan Henda, kemudian Aip. Di resto hotel itu kita sempat di briefing sebentar untuk sekedar mengetahui rules yang sudah ditetapkan team Save the Children. 

Sehabis sarapan, berangkatlah kami semua menuju Dusun Cisarua, Kertasari. Kab. Bandung. Perjalanan ke sana saat itu ditempuh dalam waktu kurang lebih 6 jam. Agak lebih lama 2x lipat dari waktu yang biasanya hanya ditempuh selama 3 jam, mengingat kita melintasi Bandung di saat weekend. Juga cuaca yang sempat turun hujan ketika mulai memasuki kawasan perkebunan PT. PN VIII, dan track yang kami lalui masih berbatu dan berlumpur. Sangat sulit dilalui di waktu hujan. Ditambah mobil yang mengantar kami ke sana, bukan mobil yang mempunyai ground clearance (jarak dari tanah ke bodi bawah mobil) yang cukup tinggi. Agak sedikit ngilu (bahkan sampai nahan nafas) ketika beberapa kali, mobil bersentuhan di kolong waktu melewati lubang atau bebatuan yang sedikit tinggi.


medan jalan yang ajeb ajeb


Sesampai nya di sana, langsung disambut Pak Kades selaku tuan rumah juga yang meminjamkan rumahnya untuk tempat #AyahASIsharingsession juga tempat bermalam. Sempat terdengar kabar bahwa Bapak-bapak di sana sampai pulang duluan akibat terlalu lama menunggu kedatangan kami. Duh, jadi gak enak >.<

Tapi kurang dari sejam kemudian, sesaat setelah kami dijamu dengan makanan khas pedesaan yang rasanya LUAR BIASA ENAK, penduduk Dusun Cisarua, khususnya Bapak-bapak datang kembali ke lokasi acara. Terlihat semangat dan antusiasme yang tinggi dari mereka untuk menghadiri acara ini. Akhirnya sekitar pukul 16.00 acara Sharing Session bersama Save the Children dan penduduk Dusun Cisarua, Kertasari. Kab. Bandung pun akhirnya dimulai.



Diawali perkenalan dari masing-masing kami yang hadir, sampai akhirnya ke penduduk desa setempat. Seperti biasa, di sini AyahASI hanya berbagi pengalaman seputar menyusui saja. Dan kami pun juga belajar dari pengalaman Bapak-bapak yang ada di sana, ternyata banyak kendala yang terdapat di sana sehingga angka kematian bayi yang terjadi lumayan tinggi. Salah satu Bapak di sana yang bernama Kang Budi menuturkan, akibat penggunaan kontrasepsi (suntik), produksi ASI sang istri jadi seret, maka dari itu pada akhirnya gagal memberikan ASI eksklusif kepada anaknya. Padahal , kalau saja tenaga kesehatan di sana memberikan pilihan alternative penggunaan kontrasepsi kepada Kang Budi, kemungkinan ASI eksklusif bisa berhasil, bahkan bisa dilanjutkan sampai 2 tahun. Dengan didampingi MPASI tentunya. Kang Budi ini termasuk masyarakat yang menurut gw sudah termasuk melek informasi di antara warga lainnya. Pada saat istrinya hamil sampai waktunya melahirkan (bahkan sampai saat ini), beliau memeriksakan kandungan istrinya ke dokter. Sementara beberapa warga lainnya masih percaya dengan yang mereka sebut paraji atau dukun beranak. 

bangaip sedang menjelaskan pentingnya dukungan suami dalam kesuksesan pemberian ASI eksklusif


Lain lagi cerita yang dialami oleh Kang Yayan, salah satu penduduk di sana yang mempunyai 4 orang anak. Yang mana anak terakhirnya sudah berumur 2 tahun.  Beliau bercerita, pada saat anaknya berumur 2 bulan, sudah dibawa ke tempat penitipan anak (daycare) yang disediakan oleh pihak perusahaan. Dalam hal ini PT. PN VIII. Hanya saja, fasilitas yang diberikan perusahaan ke tempat penitipan tersebut masih dirasa kurang. Kurang di sini dalam artian, tenaga penjaga yang hanya 2 orang, padahal jumlah anak yang dititipkan di daycare tersebut bisa lebih dari 10 orang anak. Lalu ada lagi, tentang kurangnya pengetahuan si penjaga dalam manfaat ASI, sehingga hanya meminta  disediakan susu formula ke perusahaan. Dan perusahaan pun hanya memberikan dalam jumlah terbatas.

Sayangnya, pertemuan ini harus terhenti di saat pembicaraan sudah mulai seru, dikarenakan waktu sudah hamper maghrib. Akhirnya, Kang Sofwan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk datang lagi setelah Isya untuk melanjutkan Sharing Session ini. Memang hal ini lah yang dibutuhkan oleh masyarakat sana dan mungkin daerah lain yang masih sulit dijangkau oleh informasi yang ter-up to date. Kami pun masih mendengar di sana masih menggunakan pedoman 4 sehat 5 sempurna. Padahal pedoman tersebut sudah tidak berlaku lagi oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1992 dan Indonesia pun akhirnya beralih ke Pedoman Gizi Seimbang pada tahun 1995.

Untuk acara malamnya sendiri, terkesan lebih cair dibanding sore hari. Di sini kita banyak bertukar pengalaman seputar masalah parenting.  Ada juga cerita tentang pernikahan usia dini yang terjadi di desa ini. Baru lulus SD, sudah menikah. Baru ngalamin menstruasi, langsung dinikahkan. Gokils. Mungkin ini juga salah satu penyebab terjadinya angka kematian bayi menjadi tinggi di desa tersebut.

Akhirnya setelah banyak bertukar pengalaman, lanjut dengan makan malam , dan diakhiri dengan foto bersama, selesai juga acara Sharing Session yang diadakan oleh teman-teman Save the Children. Walaupun acara sudah berakhir, kami masih melanjutkan ngonrol-ngobrol dengan beberapa warga. Senang rasanya mendapat teman baru dari sana. Kehangatan sambutan mereka membuat kami betah berlama-lama di sana. Tapi sayang, besok harus kembali ke Bandung dan lanjut ke Jakarta. Dan akhirnya gwpun tertidur lelap dengan iringan pecahan bara kayu teh yang terkena panas api.


Minggu, 7 Desember 2014

Sekitar setengah 6 pagi, seperti biasa, dengan belek yang masih menumpuk di pelupuk mata, gw terbangun. Mengintip dari ujung sleeping bag, tampak Idzma dan Carlo yang lagi asik ngobrol entah apa. Sumpah, pules banget tidur gw malem itu. Walaupun tidur pake sleeping bag, tapi rasanya lebih pules di sini dibandingin kasur empuk hotel yang gw inepin kemarenannya. Ngerasain udara gunung yang hanya berjarak sejengkal kalo ngeliat dengan mata ditutup sebelah. Nyoba goyang-goyangin jempol kaki buat ngukur suhu udara berdasarkan ilmu sok tahu gw, kira-kira 15°C. Suejuk tenan. Iya gw norak, jarang-jarang ngerasain udara sedingin ini. Sekalinya ngerasain, kalo ngga di AC kantor atau di freezer rumah. Itupun cuma beberapa detik. Soalnya kalo kelamaan, pasti langsung flu berat.

Bangun, langsung ambil atribut mandi. Niatnya cuma cuci muka. Tapi setelah dihasut sama Idzma yang bilang lebih seger mandi daripada cuci muka, akhirnya gw memutuskan buat mandi. Dan gw ternyata tertipu. Airnya udah kayak aer kulkas. Tapi ada benernya juga. Seger ger ger.

Kelar mandi, tetep disuguhin makan donk. Tapi ga nyangka juga bakal disuguhin nasi di pagi buta kayak gini. Dengan berat hati, akhir nya gw abisin juga tuh sarapan sepiring ….. setengah. Setelah sarapan, beresin barang2 buat lanjut menuju Bandung. Sedih juga sih, walaupun baru kenal beberapa jam. Rasanya udah seperti saudara deket. Dan gw janji ke pemilik rumah, bakalan ke situ lagi kalo punya mobil yang mumpuni buat ngelewatin track di sana. Tepat pukul 07.30 pagi, kita pulang menuju Bandung. Hiks.



Di perjalanan pulang, kebetulan cuaca sangat bersahabat. Sempet ngeliat puncak gunung apa gitu di sana. Rute yang kita lewatin pun berbeda sama yang kemaren. Kali ini pulangnya lewat Pengalengan. Pernah denger kan? Daerah penghasil susu terbesar di Jawa Barat. Susu sapi. Bukan Susu gantung!! Tracknya lebih enak kali ini. Jalanannya udah sedikit bermartabat dibandingin yang kita lewatin kemarin. Dan kebetulan juga saat itu hari minggu, jadi banyak abege dan ibu-ibu muda yang pake celana ketat demi memamerkan pantat semok nya di daerah tersebut. Untung nya kami hanya lewat. Kalau mampir, mungkin gw bisa mimisan …

Perjalanan langsung diarahkan menuju Cafe Roemah Enak-Enak di Jalan Cihapit, Bandung. Setelah menempuh waktu 6 jam perjalanan, akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Pas kita sampai, ternyata Mang Rois udah nunggu di sana.Ga lama kemudian, Kang Igun juga tiba. Tadinya mau dibikin acara Sharing Session juga di sini sama followers AyahASI yang di Bandung, tapi mungkin karena weekend yang mana informasi yang didapat dari Mang Rois, bahwasanya penduduk Bandung pada males keluar di weekend karena jalanan yang dipenuhin sama ORANG JAKARTA, makanya ga ada yang dateng. Tapi tenang, show must go on. Akhirnya, di sini kita review lagi apa-apa aja yang udah kita lakukan kemarin sama team Save the Children. Mengurai masalah demi masalah yang terjadi di sana. Sehingga dapat disimpulkan penyebab dari angka kematian bayi yang tinggi, antara lain:
  1. Akses jalan ke puskesmas yang jauh dan sulit
  2. Ketergantungan dan kepercayaan masyarakat yang turun temurun kepada paraji
  3. Anggapan bahwa biaya persalinan mahal
  4. Kurang control pada masa kehamilan
Pencegahannya sebetulnya mudah saja. Hanya mungkin, praktek nya yang sulit. Mungkin dengan pemerataan infrastruktur, harapan kami untuk mengurangi angka kematian bayi bisa terwujud. Bahkan kalau bisa bukan hanya mengurangi, tapi juga membuat angka kematian bayi menjadi 0. Dan itu bukan Cuma di Dusun Cisarua, Kertasari, Kab. Bandung aja. Tapi juga seluruh daerah lain di pelosok Indonesia.



Semoga ….


No comments

Post a Comment

Tanda sayang

© Cerita Keluarga Fauzi
Maira Gall