Beberapa hari lalu ketemu sedan merah lagi asik buka jendela
dan buang botol mineral bekas pakai ke pinggir jalan. Rasanya pengen ngejar tuh
mobil dan balikin sampah botol yang dia buang ke jalan, kesel. Kenapa ya
persoalan sampah ini gak selesai-selesai, malahan makin hari makin bertambah.
Saya pernah ketemu wisatawan asal Italia yang mengeluh
betapa banyaknya sampah yang berenang di perairan Indonesia. Sampah – sampah
ini keberadaannya merusak ekosistem terumbu karang di lautan kita. Banyak
banget ikan – ikan yang mati karena memakan sampah –sampah plastik yang ada. Melansir dari forbes.com, Indonesia menghasilkan sampah
plastik di laut sebanyak 56,3 juta kilogram, bahkan Sungai Citarum
dinobatkan sebagai sungai paling tercemar di dunia.
Mendapat predikat tersebut sih bukan
bikin bangga ya, malah malu. Harusnya permasalahan sampah ini menjadi fokus
utama bagi setiap orang. Bagaimanapun kita tinggal di Bumi, jadi sudah
sewajarnya kita juga menjaga dan melestarikan bumi. Masa iya anak cucu kita
nantinya diwariskan Bumi yang carut marut dan penuh dengan sampah, lalu mereka
mau tinggal di mana?
Zaman now kalau mau banyak orang turut terlibat, hal yang
ada harus jadi ramai alias viral. Nah masalah sampah – sampah ini, bisa gak
dibuat viral biar netizen bertindak. Hahahaha yang viral biasanya malah urusan
rumtang orang ya, urusan sampah mana bisa viral. Bersyukur banget hari gini
masih ada orang baik yang mau peduli dengan keberlangsungan lingkungan hidup. Mereka salah satunya adalah Bapak Sisyantoko atau
akrab disapa Cak Toko, dan Ibu Monica Tanuhandaru. Cak Toko merupakan Direktur Wahana Edukasi Harapan Alam Semesta (WEHASTA), sementara Ibu Monica adalah
founder Yayasan Bambu Lestari.
Kenalan dengan
WEHASTA dan YAYASAN BAMBU LESTARI
WEHASTA merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang
bergerak dibidang lingkungan, dengan visi untuk menjadikan masyarakat lebih
peduli, sadar, dan berdaya upaya mandiri untuk melakukan kegiatan
lingkungan hidup secara berkelanjutan. Cak
Toko sendiri memang melakukan hal – hal sederhana
seperti memilah sampah di rumah. Ia mengakui bahwa yang berkaitan dengan pelestarian
lingkungan harus dimulai dari diri sendiri dulu, setelah berhasil baru orang
lain akan mengikuti.
Cak Toko mengatakan bahwa WEHASTA
memiliki program Bank Sampah yang berpusat
di Surabaya, lantas
beliau bilang kalau kampung halamannya di
Mojokerto masih memiliki Bank Sampah yang minim dan kurang terperhatikan.
Akhirnya Cak Toko lebih fokus
untuk mengembangkan Bank Sampah yang ada di Mojokerto.
Cak Toko bilang salah satu
kendalanya untuk mengajak masyarakat peduli akan lingkungan sekitar adalah
mematahkan mitos yang ada selama ini mengenai popok bayi yang harus dibuang di
sungai agar si bayi tetap adem, tetap sejuk. Padahal sampah popok bayi cukup
berbahaya bila dibiarkan dan dibuang ke aliran sungai. Cak Toko bilang selain
mengandung bahan plastik dan jel, popok bayi juga mengandung berbagai bakteri
dari kotoran manusia dimana bakteri dalam popok bayi akan berkembang dan dapat
membuat kondisi air berbahaya bagi masyarakat.
Yayasan
Bambu Lestari yang dinaungi
oleh Ibu Monica juga merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat non-profit
yang bergerak di bidang peningkatan kualitas bambu untuk kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, dengan berbasis pada pemberdayaan
masyarakat. Yayasan ini mengkampanyekan
dan mewujudkan bambu sebagai solusi ekonomi dan ekologi bagi masyarakat
pedesaan di Indonesia.

Bambu merupakan jenis tanaman yang mampu menyimpan air dengan baik. Satu rumpun bambu mampu menyimpan sekitar 3.000 hingga 5.000
liter air dalam musim hujan. Bambu juga dapat tumbuh di
lahan kritis, di lereng, dan mampu menstabilkan lereng sehingga tidak mudah longsor.
Teman – teman inget donk, saat
mempertaruhkan kedaulatan negara kita, bangsa Indonesia berjuang menggunakan bambu. Bahkan dibeberapa daerah, bambu dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari bangunan, perabotan rumah,
kandang ternak, pagar, hingga diolah jadi makanan.
Tak ketinggalan bambu pun bisa dimanfaatkan menjadi berbagai barang yang
bernilai jual, seperti kap
lampu, keranjang, tudung saji, kursiberbagai hiasan dan lainnya. Gak heran ya kalau bamboo dianggap
tanaman emas, bahkan menanam bambu sama saja dengan memiliki cadangan air.
Cut The Tosh, Ubah Narasi Jadi Aksi
Banyak gerakan atau kampanye
lingkungan hidup yang dibuat oleh perusahaan atau komunitas dan berupaya
mengimplementasikannya dalam beragam aksi. Namun seringkali aksi ini berubah
jadi narasi, tidak berkelanjutan.
Hal ini yang kemudian
melatarbelakangi gerakan Cut The Tosh, sebuah gerakan yang mengajak semua pihak
untuk sama – sama melakukan aksi nyata ketimbang hanya duduk menciptakan narasi
semata.
Adalah Multi Bintang
Indonesia (MBI) yang kemudian berperan
sebagai penghubung atau hub bagi berbagai pihak yang aktif dalam
melaksanakan aksi atau praktik berkelanjutan, sehingga aksi tersebut dapat
dilakukan dalam skala yang lebih besar lagi, serta memberikan dampak langsung
bagi banyak orang dan komunitas.

Ika Noviera, Direktur Corporate
Affairs Multi Bintang
Indonesia mengatakan
bahwa Cut the Tosh mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mengubah narasi
jadi aksi. Harapan kami, gerakan ini
dapat mendorong upaya kolektif dari para pemangku kepentingan, untuk bersama-sama
menciptakan kolaborasi yang bermakna untuk meningkatkan skala dan dampak dari praktik
keberlanjutan (sustainability).

Apa saja sih
kegiatan Cut The Tosh?
- Tipple Talk, sebuah thought-provoking
forum untuk membicarakan isu seputar lingkungan, sosial, dan responsible
consumption.
-
Sustainability Competition/CTT
Incubators, yaitu inkubator ide-ide keren dan inovasi terkait
keberlanjutan dari mahasiswa-mahasiswa Indonesia.
-
CTT 3
Days Summit, dimana MBI mengundang berbagai penggerak dan pendobrak yang telah
berkontribusi dalam ‘meracik Indonesia yang lebih baik’ dengan cara mereka
untuk belajar bersama serta berbagi best practices dalam
merancang
kolaborasi yang lebih berdampak.
Multi Bintang Indonesia
pun memiliki sejumlah inisiatif seputar lingkungan. Hal ini terlihat dari upaya mereka untuk mencapai
“Path to Net
Zero Impact”.
Hingga saat ini, 28% dari total konsumsi energi di fasilitas produksi Multi Bintang
Indonesia berasal dari sumber energi terbarukan, termasuk pemanfaatan biomassa. Di tahun 2025
mendatang, Multi Bintang Indonesia berambisi untuk mencapai 100% penggunaan energi
terbarukan dengan menerapkan tenaga surya.
Selain itu Multi Bintang Indonesia menggunakan sekam
padi yang diperoleh dari
kerjasama dengan 700 petani,
yang menghasilkan sekitar 30 ton sekam padi setiap bulannya untuk diproses di dalam fasilitas biomassa, yang nantinya akan menghasilkan energi
yang digunakan untuk produksi. Multi Bintang Indonesia optimis di 2025 nanti dapat mencapai target 100% penggunaan
energi terbarukan untuk semua produksinya.
Multi Bintang Indonesia juga sangat memperhatikan masalah pengelolaan air,
hal ini dikarenakan bahan dasar pembuatan bir 95% merupakan air. Program
pengelolaan air ini mencakup berbagai
inisiatif yang dilakukan dari hulu hingga ke hilir, mulai dari penghijauan hutan hingga pembangunan waste
trap yang berfungsi sebagai penangkap sampah agar tidak mengalir di sepanjang
daerah aliran sungai (DAS) hingga ke laut.
Multi
Bintang Indonesia juga memiliki inisiatif
River2River sebagai langkah edukasi kepada masyarakat akan pentingnya konservasi air dan pengelolaan
sampah yang bertanggung jawab, yang diharapkan dapatmemulihkan area hingga
428 ha pada tahun 2025.
Dalam acara peluncuran
gerakan “Cut The Tosh” di Cohive D.Lab, Menteng, Jakarta Pusat, yang
diselenggarakan pada hari Rabu, 18 Mei 2022 lalu, hadir juga Ibu Fainta Negoro, Sustainability and Partnership Lead MBI, menyampaikan
Sustainability Report 2021, yang bernaung pada 3 pilar
utama, yaitu Lingkungan, Sosial, dan Konsumsi. Dengan mengusung tema “Embracing
Differences, Brewing Togetherness” tersebut MBI berharap perusahaan dan lembaga dari berbagai sektor
berbeda dapat menciptakan kolaborasi yang bermakna dan menghasilkan
manfaat bagi banyak orang dengan mengesampingkan kepentingan dan ambisi masing-masing
dan memandang
perbedaan sebagai perspektif baru yang saling memperkaya.

Untuk itu
Multi Bintang Indonesia berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan komunitas lokal, WEHASTA dan Yayasan Bambu Lestari. Multi Bintang Indonesia turut serta mendukung program
Bank Sampah yang dilakukan
oleh WEHASTA, khususnya sampah-sampah
yang terdapat di aliran sungai. Sementara dengan Yayasan Bambu
Lestari, Multi Bintang Indonesia bekerja sama dalam melakukan pembibitan bambu di lahan seluas lebih dari 35 hektar.
Sekarang sudah bukan saatnya berkompetisi, melainkan berkolaborasi.
Mari kita stop sekadar bicara, dan ubah jadi perbuatan.
Let’s cut the talks, let’s Cut the Tosh!.