Saat membangun sebuah rumah, apa yang biasanya ada dibenak kita? Biasanya kita lebih fokus keurusan desain, beli bahan bangunan, dan besaran dana yang dihabiskan. Tak jarang urusan sanitasi alias urusan kebelakang menjadi hal yang terlupakan.
Padahal pengelolaan sanitasi terkait air limbah domestic juga
sangat penting. Hal ini tentu saja melibatkan kualitas hidup masyarakat, bukan
sekedar urusan buang hajat saja. Di tahun 2018, akses sanitasi ke toilet atau
jamban mencapai 74,5%, termasuk 7% sanitasi aman didalamnya. Tetapi pencapaian
ini gak diikuti dengan penurunan penyakit diare dan stunting. Kejadian diare di
Indonesia masih berada di angka 7%, sedangkan stunting masih 30%, masih cukup
tinggi ya. Tidak hanya penyakit diare dan stunting, pencemaran air tanah juga
menjadi dampak dari sanitasi yang tidak aman.
Teman – teman sering tidak melihat sungai kotor di Jakarta?
Atau bahkan hampir semua sungai di Jakarta kotor dan berbau? Jakarta, kota
besar yang menyimpan semua cerita, ternyata juga memiliki sisi kelam berkaitan
dengan sanitasi aman. Minimnya lahan untuk membuat septic tank, membuat banyak
warga Jakarta yang membuang sisa pembuangannya ke sungai, kuburan dan tempat
pembuangan sampah. Perilaku Buang Air
Besar Sembarangan (BABS) masih sering dilakukan warga.
Diperkirakan ada sekitar 475 ribu jiwa atau 117 ribu Kepala
Keluarga yang tidak memiliki septic tank. Tidak heran jika kemudian Pemprov DKI
berniat untuk membantu membuatkan sistem pengelolaan air limbah domestik yang
bersifat komunal.
Tapi, tunggu dulu. Gak semua warga Jakarta yang tinggal di
bantaran kali yang tidak punya septic tank. Bertepatan dengan Hari Toilet
Sedunia, 19 November 2019 kemarin, saya dan teman-teman blogger diajak USAID
UWASH PLUS dan PD PAL JAYA untuk datang dan melihat langsung ke Tebet Timur, bagaimana warga di
sekitar kali berinisiatif membuat saluran IPAL sendiri.
Siang itu saya dan teman-teman berkunjung ke RT008 RW010,
Tebet Timur, bertemu dengan ibu Lurah dan pak Sitam, RW setempat. Mereka
bercerita bagaimana pada mulanya masyarakat sekitar memilih tidak mau
membangun jamban, boro-boro kenal dengan IPAL, untuk jamban saja terhitung jari
jumlahnya. Warga lebih senang BAB langsung di sungai. Namun berkat usaha tanpa
kenal lelah pak Sitam, ibu Lurah dan tokoh masyarakat terkait, pelan-pelan,
warga Tebet Timur pun mulai sadar, dan mulai memikirkan kesehatan lingkungannya.
Sudah ada 12 rumah yang membangun septic tank sendiri dengan
biaya 5 – 7juta. Sisanya membangun IPAL Komunal dengan cara iuran 5ribu per
Kepala Keluarga. Hal ini dimaksudkan agar mereka merasa memiliki dan menjaga
IPAL tersebut. Bahkan beberapa warga mengaku mereka mencari pinjaman kredit
untuk pembuatan IPAL sendiri. Bravo deh bapak-bapak, gak cuma mikirin kreditan
motor, lingkungan yang sehat juga sudah mulai terpikirkan.
Berikutnya kami bertemu Bapak Wahyono, salah satu warga yang
kekeuh membuat IPAL sendiri. Menurutnya, ia sadar jika pembuangan yang tak aman
dan sehat berakibat buruk pada kesehatan keluarganya. Limbah E.Coli yang
beredar dan tersebar akan membahayakan anak-anaknya nanti. Ia pun akhirnya
memilih membuat septic tank mandiri, seharga 5juta rupiah agar anak-anaknya
tumbuh menjadi anak yang sehat, kuat dan pintar di sekolah.
Pak Wahyono mengatakan, IPAL mandirinya terdiri dari 3 kolam
penampungan. Ada yang ditujukan sebagai tempat penampungan, ada juga sebagai
tempat penyaringan dan pengeluaran. Pak Wahyono mengakui sudah merasakan dampak
dengan adanya IPAL, dan ia terus berupaya mengajak tetangga
sekitarnya untuk membangun septic tank.
Seperti yang disampaikan Bapak Subekti, Direktur Utama PD.
PAL JAYA, minimnya lahan di Jakarta membuat air tanah banyak yang tercemar.
Sejatinya antara toilet rumah satu dengan rumahnya berjarak minimal 10m, namun
apa daya kenyataannya tidak demikian. Padahal septic tank yang rembes, akan membuat
air limbah datang mendekat ke sumur rumah, membawa serta bakteri yang akhirnya
tanpa sadar kita konsumsi.
Dalam hal ini, PD . PAL JAYA (Perusahaan Daerah Pengolahan
AIR LIMBAH) mengingatkan kepada warga untuk selalu menguras/penyedotan septic
tank yang ada minimal 2 tahun sekali. Agar septic tank aman, air limbah tidak
merambah ke sana dan ke sini. Menurut pak Bekti, biaya untuk menyedot BAB juga
tak mahal. Cukup dengan 150ribu/meter kubik, penyedotan dilakukan oleh petugas
terpercaya. Untuk kebutuhan rumah, septic
tank yang ada berukuran 2 meter/kubik dan ppn 10%. Masih terjangkau kan?
Pada kesempatan yang sama Ibu Alifah Sri Lestari, Deputy
Chief of Party USAID IUWASH PLUS menjelaskan mengenai sanitasi yang aman. Sanitasi aman adalah sistem sanitasi yang
memutus sumber pencemaran limbah domestik ke sumber air. Sementara itu mbak Ika Fransisca, Advisor Bidang Pemasaran
dan Perubahan Prilaku USAID IUWASH PLUS, bercerita pengalamannya mengenai
kebiasaan masyarakat Indonesia di berbagai daerah untuk BAB. Dan hanya
Yogyakarta saja yang bebas prilaku BABS, Jakarta menduduki peringkat nomer 2.
Saat ini Jakarta hanya memiliki 2 pengolahan limbah di Duri Kosambi dan
Pulogebang.
Narasumber terakhir, Ibu Zaidah Umami, Bidang Kesehatan
Lingkungan, Puskesmas Kecamatan Tebet, turut menjelaskan apa saja langkah yang
sudah dilaksanakan sanitarian di Puskesmas Tebet. Ibu Zaidah mengatakan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan untuk mengubah
perilaku higienis dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat. STBM sejogjanya haruslah merata di masyarakat, karena
dari masyarakat, untuk masyarakat dan
oleh masyarakat.
Jangan lupa ya teman-teman, pastikan selalu sanitasi kita
aman. Cek berkala penampungan septic tank kedap dan memenuhi standar teknis. Ingat
selalu untuk cek peyedotan berkala dan memastikan lumpur tinja sampai ke unit
pengolahan, serta pastikan juga instalasi pengolahan lumpur tinja berfungsi
dengan baik. Satu hal lagi yang tak boleh dilupakan, selalu menerapkan praktik
cuci tangan pakai sabun di lima waktu kritis.
Mari sama-sama
menjaga sanitasi untuk Indonesia yang lebih baik!
No comments
Post a Comment
Tanda sayang