Memasuki Ramadhan hari ke 5, saya menemukan sebuah podcast yang menceritakan bagaimana perasaan dan apa yang dialami seorang ibu ketika ia divonis sebagai PDP (pasien dalam pegawasan).
Sebutlah mbak A, yang memiliki suami dan dua orang anak. Ketika social distancing diberlakukan, mbak A berusaha untuk tidak keluar rumah sama sekali. Bahkan untuk belanja sayur mayur pun ia meminta tukang sayur langganannya yang datang membawa pesanan. Selebihnya sang suami yang keluar ke supermaket membeli aneka kebutuhan harian lainnya.
Tetapi suatu ketika, mbak A mengalami batuk - batuk dan hingga susah untuk bernapas normal. Ia pun mencoba pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan diri. Dokter mendiagnosanya dengan pneumonia karena ada bercak putih pada paru - paru.
Singkat cerita ia pun berusaha untuk melakukan rapid test di Puskesmas terdekat. Di saat yang bersamaan, kantor tempat suaminya bekerja pun melakukan rapid test pada karyawan. Sang suamipun menceritakan perihal mbak A yang sedang menanti hasil. Dokter yang menangani sang suami kemudian meminta mbak A beserta anak - anak untuk ditest bersama sama.
Suami dan kedua anaknya memperoleh hasil negatif. Tetapi ketika tiba giliran mbak A, hasil yang didapat berbayang. Dokter memintanya kembali untuk ditest. Bayangkan dalam sehari mbak A mengalami 3x rapid test.
Hasil rapid test yang kedua memutuskan ia postif terpapar Covid-19. Dan mbak A meminta ia dirujuk ke Wisma Atlet, dengan asumsi ruangan yang ada banyak dan gak perlu berebut. Keesokan harinya ia pun berangkat menuju Wisma Atlet dianter oleh keluarga.
Sesampainya di Wisma Atlet, ternyata tidak semua orang bebas diperbolehkan masuk. Mbak A pun masuk menuju IGD sendirian. Setelah tanya sana sini, ia diminta menunggu. Sendiri dan menunggu selama 2,5 jam tentu bukan perkara mudah. Akhirnya mbak A pun bertemu dokter, menyerahkan seluruh hasil pemeriksaan sebelumnya. Dan dokter langsung memintanya untuk rawat inap saat itu juga.
Sebagai sesama ibu, saya langsung meneteskan air mata, ketika mendengar vonis yang diterima mbak A dan ia tidak diperkenankan bertemu dan bertatap muka bersama suami dan kedua anaknya. Mbak A mengatakan, ia sempat memikirkan hal yang tidak- tidak, tak akan bertemu kedua buah hatinya lagi. Namun ia sempat berpesan melalui video call, meminta kedua anaknya untuk selalu mendoakan mbak A agar cepat sembuh dan segera pulang.
Saat podcast itu ditayangkan, mbak A sudah 9 hari berada di Wisma Atlet, dan sudah menjalani cek virus corona beberapa kali. Jika hasilnya positif, ia akan diberi aneka obat - obatan untuk pengobatan. Namun jika hasil swabnya negatif ia akan diperbolehkan pulang dan harus karantina mandiri selama 14 hari. Kemudian ia akan test swab lagi, dan jika negatif maka ia akan bebas dari virus corona.
Selama mendengarkan podcast ini, air mata saya gak berhenti - henti tumpah. Bagaimana mbak A kuat dan selalu positif thingking agar ia cepat kembali pulih. Selama di Wisma Atlet, mbak A merasa ada keluarga lain yang saling mendukung dan saling berbagi. Semoga mbak A segera pulih ya....
Sesampainya di Wisma Atlet, ternyata tidak semua orang bebas diperbolehkan masuk. Mbak A pun masuk menuju IGD sendirian. Setelah tanya sana sini, ia diminta menunggu. Sendiri dan menunggu selama 2,5 jam tentu bukan perkara mudah. Akhirnya mbak A pun bertemu dokter, menyerahkan seluruh hasil pemeriksaan sebelumnya. Dan dokter langsung memintanya untuk rawat inap saat itu juga.
Sebagai sesama ibu, saya langsung meneteskan air mata, ketika mendengar vonis yang diterima mbak A dan ia tidak diperkenankan bertemu dan bertatap muka bersama suami dan kedua anaknya. Mbak A mengatakan, ia sempat memikirkan hal yang tidak- tidak, tak akan bertemu kedua buah hatinya lagi. Namun ia sempat berpesan melalui video call, meminta kedua anaknya untuk selalu mendoakan mbak A agar cepat sembuh dan segera pulang.
Saat podcast itu ditayangkan, mbak A sudah 9 hari berada di Wisma Atlet, dan sudah menjalani cek virus corona beberapa kali. Jika hasilnya positif, ia akan diberi aneka obat - obatan untuk pengobatan. Namun jika hasil swabnya negatif ia akan diperbolehkan pulang dan harus karantina mandiri selama 14 hari. Kemudian ia akan test swab lagi, dan jika negatif maka ia akan bebas dari virus corona.
Selama mendengarkan podcast ini, air mata saya gak berhenti - henti tumpah. Bagaimana mbak A kuat dan selalu positif thingking agar ia cepat kembali pulih. Selama di Wisma Atlet, mbak A merasa ada keluarga lain yang saling mendukung dan saling berbagi. Semoga mbak A segera pulih ya....
Cek Virus Corona Secara Online dengan Halodoc
Dalam cerita mbak A, ia sempat 3x dalam sehari melakukan Rapid test. Lalu sebenarnya apa sih Rapid test itu? Hasil pencarian membawa saya ke laman Halodoc, menyebutkan bahwa Rapid test sendiri merupakan pemeriksaan imunoglobulin sebagai skrining awal. Uji virus corona menggunakan spesimen darah, tidak menggunakan apusan tenggorokan atau apusan kerongkongan. Selain itu, rapid test tak perlu dilakukan di Lab Biosafety Level 2. Dengan kata lain, rapid test ini bisa dilakukan hampir di semua Lab kesehatan yang ada di RS di Indonesia.
Selain Rapid test ada juga test lain untuk pembacaan imuniglobin dengan jelas yaitu melalui Polymerase Chain Reaction (PCR) atau apusan tenggorokan/kerongkongan (swab). Setelahnya baru akan diketahui apakah pasien tersebut positif Covid-19 atau tidak.
Berikutnya ada juga test online berupa pertanyaan - pertanyaan yang disediakan Halodoc guna mencari tahu mengenai gejala atau risiko penularan COVID-19. Di akhir test online nantinya akan muncul hasil jawaban kategori resiko Covic19, sesuai jawaban kamu. Berani mencoba?
Dalam cerita mbak A, ia sempat 3x dalam sehari melakukan Rapid test. Lalu sebenarnya apa sih Rapid test itu? Hasil pencarian membawa saya ke laman Halodoc, menyebutkan bahwa Rapid test sendiri merupakan pemeriksaan imunoglobulin sebagai skrining awal. Uji virus corona menggunakan spesimen darah, tidak menggunakan apusan tenggorokan atau apusan kerongkongan. Selain itu, rapid test tak perlu dilakukan di Lab Biosafety Level 2. Dengan kata lain, rapid test ini bisa dilakukan hampir di semua Lab kesehatan yang ada di RS di Indonesia.
Selain Rapid test ada juga test lain untuk pembacaan imuniglobin dengan jelas yaitu melalui Polymerase Chain Reaction (PCR) atau apusan tenggorokan/kerongkongan (swab). Setelahnya baru akan diketahui apakah pasien tersebut positif Covid-19 atau tidak.
Berikutnya ada juga test online berupa pertanyaan - pertanyaan yang disediakan Halodoc guna mencari tahu mengenai gejala atau risiko penularan COVID-19. Di akhir test online nantinya akan muncul hasil jawaban kategori resiko Covic19, sesuai jawaban kamu. Berani mencoba?
No comments
Post a Comment
Tanda sayang