expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>>

14 May 2019

Keterlibatan Perempuan dalam Pengendalian Tembakau


Jumlah perokok di Indonesia menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Data Rikesdasa 2018 menunjukkan jumlah perokok di atas usia 15 tahun sebesar 33,8%. Dari jumlah tersebut, 62,9% merupakan perokok laki-laki dan 4,8% merupakan perokok perempuan. Sedangkan di usia 10 - 18 tahun juga mengalami peningkatan hingga 9.1%. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan dan anak - anak adalah target utama industri rokok.

Sebenarnya suami saya pun perokok. Awal kenal justru ia mampu menghabiskan satu hingga dua bungkus rokok per hari. Ternyata hal ini ia tiru dari kedua orang tuanya yang juga perokok. Almarhum papa mertua meninggal karena stroke, sedangkan ibu mertua sudah berhenti merokok sejak akhir 2007.

Lalu bagaimana saya dan anak-anak? di rumah pak suami hanya diperkenankan merokok di teras luar, tidak diperkenankan merokok di dalam rumah. Pak suami tahu ketidaksukaan saya akan asap rokok dan bau yang ditinggalkannya. Begitu juga duoF yang selalu protes jika melihat bapaknya merokok. Lalu bagaimana dengan nasib jutaan anak Indonesia yang tak bisa dan berani protes melihat orang tua mereka merokok di dalam ruangan yang sama dengan mereka?


Pernah dengar ungkapan kalau tak makan tak masalah, selama tetap merokok. Iya, bagi perokok aktif selama mereka bisa merokok semua tetap hepi. Toch rokok bisa dibeli ketengan kok. Jadilah banyak rumah tangga di Indonesia yang memasukkan rokok sebagai pengeluaran harian. Bayangkan saja jika satu bungkus rokok dihargai 15ribu rupiah. Dalam sebulan pengeluaran untuk rokok mencapai 450ribu rupiah. Jumlah yang cukup menggiurkan jika dibelikan lauk pauk untuk kebutuhan sehari-hari.



Melalui jaringan 100 radio, Kantor Berita Radio  (KBR)di acara Ruang Publik,  Senin 13 Mei 2019 membahas mengenai Keterlibatan Perempuan dalam Mendorong Pengendalian Tembakau yang Lebih Baik. Dalam talkshow onair tersebut hadir beberapa narasumber ;
  1. Luluk Ariyantiny, Ketua Pelopor Peduli Disabilatas Situbondo (Yayasan PPDIS) dan Direktur Program Peduli Disabilitas dengan Mitra Pilar PR Yakkum. The Asia Foundation yang didukung Pemerintah Australia DFAT.
  2. Gatari Dwi Hapsari, Program Officer Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T).
  3. Adriana Venny Aryani, Komisioner Komnas Perempuan


Dalam sesi pertama, hadir mbak Luluk yang menceritakan  bagaimana perjuangan beliau untuk menyuarakan hak-hak disabilitas di kabupaten Situbondo. Salah satu keberhasilannya yaitu dengan munculnya PERDA mengenai perlindungan dan pemberdayaan bagi disabilitas. Berawal dari tahun 2012, mbak Luluk bilang kalau mereka menginginkan regulasi yang tepat bagi teman - teman disabilitas yang kala itu masih dipandang sebelah mata. Pendekatan yang ia lakukan membutuhkan waktu dan kesabaran. Mulai dari Bupati, ODP-OPD bahkan hingga ke tingkat legislative, yang tak jarang memandang sebelah mata,dan menyindirnya. Namun dengan pendekatan terus menerus, dan mempunyai ikatan batin, akhirnya masyarakat Situbondo mampu menerima dan Situbondo pun menjadi Kota Inkslusif Tahun 2018.



Narasumber berikut, mbak Gatari Dwi Hapsari menjelaskan bagaimana melalui  JP3T, perempuan diharapkan mau terlibat dalam pengendalian tembakau.  Namun Indonesia sendiri belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FTCT), tinggal Indonesia loh negara di Asia Pasifik yang belum ikutan ratifikasi.



JP3T  menginisiasikan dengan gerakan yang bernama Puan Muda, yaitu merupakan komunitas perempuan yang berusia 16 - 23 tahun.  Hingga saat ini upaya yang sudah dilakukan masih berupa advokasi kepada Kementerian terkait dan Pemerintahan Daerah. Hal ini berguna untuk mendorong agar kebijakan pengendalian tembakau segera diviralkan ke publik. Sehingga pembentukan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), menaikkan harga cukai rokok, pelarangan iklan, promosi hingga event yang disponsori oleh industri rokok dapat segera diberlakukan.


Gerakan ini mendapat dukungan dari  Presiden dan Bappenas.  Namun menurut mbak Gatari, dukungan saja tidak cukup tanpa ada tindakan menaikkan cukai rokok sehingga kelompok-kelompok yang rentan terlindungi karena tak memiliki kemampuan untuk membeli rokok. Anak-anakpun tak berani membeli dan mencobanya. Selanjutnya kelompok dengan ekonomi menengah  akan lebih memilih memenuhi kebutuhan harian dibanding membeli rokok. Dan dari tingginya cukai rokok, diharapkan mampu memberikan nilai guna lain seperti pemberian subsidi kepada BPJS, seperti yang diperoleh oleh teman-teman disabilitas di Situbondo. Sebanyak 3954  teman - teman disabilitas mendapatkan BPJS dari suplai cukai rokok. Nah tuh bermanfaat kan....




Mbak Luluk juga bilang kalau industri rokok dimatikan, petani -petani tembakau yang ada bisa saja kehilangan pendapatan.  Butuh waktu yang cukup lama, 3-4 tahun untuk mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat.



Narasumber selanjutanya, ibu Adriana Venny Aryani, Komisioner Komnas Perempuan menegaskan  bahwa keterlibatan perempuan  sangat penting karena perempuan dan anak lah yang paling dulu akan menerima dampak asap rokok. Perempuan juga mampu turut serta menentukan sebuah kebijakan, selama suara sesama perempuan didengarkan . Indonesia juga darurat kekerasan seksual, karena keberadaan perempuan di Parlemen, minim.



Mbak Gatari juga menyampaikan bahwa banyak pihak yang punya kepentingan  dengan industri rokok.  Selain itu lingkungan sekitar kita pun tertutup soal anti rokok. Namun para perempuan dan anak²  ditargetkan tanpa kita sadari. Pemerintah juga wajib mewujudkan KTR di area publik, raising task, dan mari stop kampanye rokok.


Sejujurnya ini pun menjadi PR bagi saya pribadi. Saya pun tak ingin kejadian atau penyakit berbahaya menghampiri pak suami. Pengennya   sih pak suami bisa #PutusinAja berhenti merokok. Tapi hal ini gak bisa dilakukan secara langsung, jadi coba pelan - pelan biar lambat asal selamat. Doakan ya teman😂😂😂😂

1 comment

Tanda sayang

© Cerita Keluarga Fauzi
Maira Gall